BANDA ACEH – Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, melayangkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo pada 17 Juni 2025. Dalam surat tersebut, ia meminta penyelesaian status hukum Tanah Wakaf Blang Padang di Banda Aceh yang diyakini sebagai milik Masjid Raya Baiturrahman.
Permintaan itu disampaikan mengingat polemik berkepanjangan terkait kepemilikan dan pengelolaan Blang Padang, yang selama ini dinilai tidak mencerminkan nilai sejarah dan keagamaan tanah tersebut.
Dalam surat yang ditujukan langsung kepada Presiden, Muzakir menegaskan bahwa Blang Padang merupakan tanah wakaf dari Sultan Iskandar Muda untuk Masjid Raya Baiturrahman. Ia menekankan, keberadaan tanah ini bukan sekadar ruang terbuka, melainkan bagian dari warisan sejarah dan spiritual masyarakat Aceh.
“Tanah Blang Padang adalah simbol kesejarahan dan kemaslahatan umat, yang sejak dahulu diperuntukkan untuk kemakmuran Masjid Raya Baiturrahman,” tulis Muzakir dalam surat tersebut.
Didukung Bukti Historis
Gubernur menyampaikan sejumlah bukti yang memperkuat klaim bahwa Blang Padang adalah tanah wakaf, antara lain:
Penyebutan “Oemong Sara” dalam dokumen Belanda, yang merujuk pada tanah wakaf milik Kesultanan Aceh untuk Masjid Raya.
Peta Belanda tahun 1906 dan 1915 yang tidak menunjukkan klaim kepemilikan oleh pemerintah kolonial atas Blang Padang.
RTRW Kota Banda Aceh tahun 2008 yang menetapkan kawasan tersebut sebagai ruang terbuka hijau, sejalan dengan fungsi tanah wakaf.
Empat Permintaan kepada Presiden Dalam suratnya, Gubernur Aceh menyampaikan empat poin permohonan kepada Presiden:
1. Mengembalikan status Blang Padang sebagai tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman.
2. Menyerahkan pengelolaan tanah kepada Nazir Masjid Raya.
3. Memfasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf secara sah.
4. Mendorong koordinasi lintas instansi yang tertib dan transparan sesuai aspirasi masyarakat.
Langkah ini, menurut Muzakir, diperlukan untuk menjaga nilai-nilai historis dan spiritual Blang Padang sebagai bagian tak terpisahkan dari Masjid Raya Baiturrahman dan identitas keislaman Aceh.
Surat tersebut turut ditembuskan kepada sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menko Polhukam, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, serta tokoh agama dan lembaga adat di Aceh.
Pemerintah Aceh meminta, perhatian Presiden terhadap permintaan ini dapat mengakhiri ketidakpastian dan mengembalikan keadilan dalam pengelolaan tanah wakaf yang sangat berarti bagi masyarakat Serambi Mekkah.