Banda Aceh – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, meminta Ketua Umum Partai Aceh sekaligus Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), untuk segera mengganti Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadli.
Dalam Langkah ini dinilai perlu untuk mencegah potensi konflik antara eksekutif dan legislatif yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan.
Desakan tersebut muncul setelah Zulfadli menyatakan bahwa pengangkatan Alhudri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh tidak sah. Pernyataan ini, menurut Safar, bisa memicu ketegangan politik di Aceh.

“Pernyataan Ketua DPRA mengenai tidak sahnya pengangkatan Plt Sekda Aceh berpotensi menimbulkan konflik dengan eksekutif. Untuk menghindari ketegangan lebih lanjut, Ketua Umum Partai Aceh sebaiknya menunjuk kader lain sebagai Ketua DPRA,” ujar Safar dalam keterangan tertulisnya kepada media di Banda Aceh, Kamis (20/2).
Minimnya Komunikasi Internal Partai
Safar menilai bahwa sebagai sesama kader Partai Aceh, Zulfadli seharusnya berkomunikasi langsung dengan Gubernur sebelum mengeluarkan pernyataan ke publik. Sebab, Muzakir Manaf sebagai Ketua Umum Partai Aceh merupakan sosok yang menandatangani Surat Keputusan (SK) pengangkatan Plt Sekda Aceh.
“Jika Ketua DPRA merasa ada yang janggal dalam pengangkatan Plt Sekda, seharusnya ia membicarakannya langsung dengan Gubernur, bukan membuat kehebohan di ruang publik. Mereka berada dalam satu partai, komunikasi bisa dilakukan dengan mudah, bahkan sambil duduk ngopi,” tegas Safar.
Menurutnya, keputusan Gubernur untuk menunjuk Plt Sekda adalah langkah administratif yang sah. Jika pun ada permasalahan dalam pelantikan, Gubernur memiliki kewenangan penuh untuk mengambil tindakan korektif.
Risiko Ketidakharmonisan Eksekutif dan Legislatif
Lebih lanjut, Safar menyoroti bahwa peran Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) sangat erat kaitannya dengan DPRA dalam penyusunan kebijakan keuangan daerah. Jika sejak awal Ketua DPRA sudah menunjukkan sikap tidak setuju terhadap Alhudri sebagai Plt Sekda, hal ini berpotensi mengganggu kerja sama antara eksekutif dan legislatif.
“Sekda adalah pengguna anggaran dan Ketua Tim TAPA yang harus berkomunikasi intens dengan DPRA atas nama Gubernur. Jika hubungan ini terganggu, dampaknya bisa meluas ke sektor lain, termasuk pelayanan publik,” jelas Safar.
Desakan Pergantian Ketua DPRA
Atas dasar itu, Safar mendesak Muzakir Manaf sebagai Ketua Umum Partai Aceh untuk segera mengganti Ketua DPRA. Ia menilai pergantian ini penting untuk memastikan harmoni antara eksekutif dan legislatif, sehingga roda pemerintahan Aceh dapat berjalan tanpa hambatan.
“Agar tidak terjadi ketegangan politik yang berkepanjangan, kami mendorong Ketua Umum Partai Aceh untuk menunjuk kader lain sebagai Ketua DPRA. Ini penting agar hubungan eksekutif dan legislatif tetap berjalan baik demi kepentingan masyarakat Aceh,” pungkasnya.